keluarga yang penuh dengan cinta kasih, sukses di rumah, sukses di kantor

keluarga yang penuh dengan cinta kasih, sukses di rumah, sukses di kantor

Selasa, 23 Agustus 2011

Menjadi orang tua yang baik tidaklah cukup

Bukan hanya menjadi orang tua yang baik tetapi kita harus menjadi orang tua yang sholeh

Mungkin satu hal yang sering dilupakan oleh kita. Diisyaratkan oleh orang-orang sholih terdahulu (baca : salafush sholeh) bahwa sebenarnya amalan orang tua juga bisa berpengaruh pada kesholehan anaknya. Orang tua yang sholeh akan memberi kemanfaatan kepada anaknya di dunia bahkan tentu saja di akhirat. Sebaliknya, orang tua yang gemar berbuat maksiat akan memberi pengaruh jelek dalam mendidik anak.
Oleh karena itu, hendaklah orang tua yang menginginkan kesholehan pada anaknya untuk giat melakukan amal sholih yang di dalamnya terdapat keikhlasan dan senantiasa mengikuti contoh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kisah Dua Anak Yatim
Alangkah baiknya kita memperhatikan kisah Musa dan Khidz ini dengan seksama. Semoga kita bisa menggali pelajaran berharga di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman ,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.” (QS. Al Kahfi : 82)
Suatu saat Nabi Musa dan Khidr –‘alaihimas salam- melewati suatu perkampungan. Lalu mereka meminta kepada penduduk di kampung tersebut makanan dan meminta untuk dijamu layaknya tamu. Namu penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka. Lalu mereka berdua menjumpai dinding yang miring (roboh) di kampung tersebut. Khidr ingin memperbaikinya. Kemudian Musa berkata pada Khidr,
لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS. Al Kahfi: 77).
Namun apa kata Khidr? Khidr berkata,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Al Kahfi : 82)
Lihatlah …! Allah Ta’ala telah menjaga harta dan simpanan anak yatim ini, karena apa? Allah berfirman (yang artinya), “sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” Ayahnya memberikan simpanan kepada anaknya ini, tentu saja bukan dari yang haram. Ayahnya telah mengumpulkan harta untuk anaknya dari yang halal, sehingga karena kesholehannya ini Allah juga senantiasa menjaga anak keturunannya. Bukankah begitu?!
Hendaknya Orang Tua Senantiasa Memperhatikan yang Halal dan Haram
Oleh karena itu, hiasilah diri dengan amal sholeh bukan dengan berbuat maksiat. Carilah nafkah dari yang halal bukan dari yang haram. Perbaguslah makanan, minuman, dan pakaianmu hingga engkau menengadahkan tanganmu untuk berdo’a pada Allah dengan tangan yang suci, hati yang bersih, maka niscaya jika engkau melakukan amal sholeh semacam ini, Allah akan senantiasa mengabulkan permintaanmu ketika engkau berdo’a untuk kesholehan anakmu. Tentu dengan demikian Allah akan memperbaiki dan membuat sholeh dan memberkahi mereka. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma’idah : 27) ?!
Cobalah kita renungkan, bagaimana mungkin do’a kita bisa diijabahi sedangkan hasil usaha, makan dan minum yang kita peroleh berasal dari perbuatan menipu orang lain, korupsi, dan perbuatan maksiat lainnya atau mungkin dengan berbuat syirik?! Tidakkah kita merenungkan, bagaimana do’a kita bisa diijabahi sedangkan pakaian kita saja berasal dari yang haram?!
Sebaik-Baik Teladan adalah Salafush Sholeh Terdahulu
Lihatlah saudaraku –para ayah dan ibu- perkataan orang sholeh terdahulu (baca : salafush sholeh) ini. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada kita untuk senantiasa beramal sholeh.
Sebagian mereka berkata, “YA BUNAYYA LA’AZIDUNNA FI SHOLATI MIN AJLIKA [Wahai anakku, sungguh aku menambah shalatku karena untukmu].”
Sebagian ulama mengatakan, “Maksudnya adalah aku memperbanyak shalat dan memperbanyak do’a kepadamu -wahai anakku- dalam setiap shalatku.”
Jika orang tua senantiasa merutinkan mentadaburi kitabullah, membaca surat Al Baqoroh, dan Surat Al Falaq-An Naas (Al Maw’idzatain), atau amalan lainnya, niscaya malaikat akan turun di rumah mereka tersebut karena sebab dihidupkannya bacaan kitab suci Al Qur’an, bahkan setan pun akan kabur dari rumah yang senantiasa dirutinkan amalan semacam ini. Tidak diragukan lagi bahwasanya turunnya malaikat akan menghadirkan ketenangan dan mendatangkan rahmat. Hal ini sudah barang tentu akan memberi pengaruh yang baik pada anak dan mereka niscaya akan mendapat keselamatan. Adapun hal ini sampai dilalaikan oleh orang tua, maka akan berakibat sebaliknya. Setan malah akan senang menghampiri rumah tersebut karena rumah semacam ini tidak dihidupkan dengan dzikir pada Allah. Malah rumah ini dihiasi dengan berbagai gambar makhluk bernyawa, music dan hal-hal yang terlarang lainnya.
Marilah kita selaku orang tua mengintrospeksi diri. Hiasilah hari-hari kita dengan gemar mentadaburi kitabullah. Hiasilah rumah kita dengan lantunan ayat suci Al Qur’an. Hiasilah hari-hari kita dengan puasa sunnah, shalat sunnah, shalat malam dan amalan taat lainnya. Jauhilah berbagai macam maksiat dan perbuatan-perbuatan terlarang yang memasuki rumah kita.
Semoga Allah senantiasa memberkahi pendengaran, penglihatan, istri dan anak-anak kita.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com