Sejarah Internet
Internet merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat di tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita bisa melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melalui saluran telepon.Proyek ARPANET merancang bentuk jaringan, kehandalan, seberapa besar informasi dapat dipindahkan, dan akhirnya semua standar yang mereka tentukan menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).
Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk keperluan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membuat sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi serangan nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.
Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu di tahun 1969, dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah, dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung, sehingga membuat ARPANET kesulitan untuk mengaturnya.
Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk keperluan militer dan "ARPANET" baru yang lebih kecil untuk keperluan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan menjadi Internet.
Internet pada saat ini
Internet dijaga oleh perjanjian bilateral atau multilateral dan spesifikasi teknikal (protokol yang menerangkan tentang perpindahan data antara rangkaian). Protokol-protokol ini dibentuk berdasarkan perbincangan Internet Engineering Task Force (IETF), yang terbuka kepada umum. Badan ini mengeluarkan dokumen yang dikenali sebagai RFC (Request for Comments). Sebagian dari RFC dijadikan Standar Internet (Internet Standard), oleh Badan Arsitektur Internet (Internet Architecture Board - IAB). Protokol-protokol Internet yang sering digunakan adalah seperti, IP, TCP, UDP, DNS, PPP, SLIP, ICMP, POP3, IMAP, SMTP, HTTP, HTTPS, SSH, Telnet, FTP, LDAP, dan SSL.Beberapa layanan populer di Internet yang menggunakan protokol di atas, ialah email/surat elektronik, Usenet, Newsgroup, berbagi berkas (File Sharing), WWW (World Wide Web), Gopher, akses sesi (Session Access), WAIS, finger, IRC, MUD, dan MUSH. Di antara semua ini, email/surat elektronik dan World Wide Web lebih kerap digunakan, dan lebih banyak servis yang dibangun berdasarkannya, seperti milis (Mailing List) dan Weblog. Internet memungkinkan adanya servis terkini (Real-time service), seperti web radio, dan webcast, yang dapat diakses di seluruh dunia. Selain itu melalui Internet dimungkinkan untuk berkomunikasi secara langsung antara dua pengguna atau lebih melalui program pengirim pesan instan seperti Camfrog, Pidgin (Gaim), Trilian, Kopete, Yahoo! Messenger, MSN Messenger Windows Live Messenger, Twitter,Facebook dan lain sebagainya.
Beberapa servis Internet populer yang berdasarkan sistem tertutup (Proprietary System), adalah seperti IRC, ICQ, AIM, CDDB, dan Gnutella.
Budaya Internet
Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya Internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses Internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran(decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara ekstrem.Perkembangan Internet juga telah memengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-commerce.
Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui e-government seperti di kabupaten Sragen yang mana ternyata berhasil memberikan peningkatan pemasukan daerah dengan memanfaatkan Internet untuk transparansi pengelolaan dana masyarakat dan pemangkasan jalur birokrasi, sehingga warga di daerah terebut sangat di untungkan demikian para pegawai negeri sipil dapat pula di tingkatkan kesejahterannya karena pemasukan daerah meningkat tajam.
Tata tertib Internet
Sama seperti halnya sebuah komunitas, Internet juga mempunyai tata tertib tertentu, yang dikenal dengan nama Nettiquette atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah netiket.Untuk di Indonesia selain tata tertib sosial di Internet juga diberlakukan peraturan (UU ITE).
Isu moral dan undang-undang
Terdapat kebimbangan masyarakat tentang Internet yang berpuncak pada beberapa bahan kontroversi di dalamnya. Pelanggaran hak cipta, pornografi, pencurian identitas, dan pernyataan kebencian (hate speech), adalah biasa dan sulit dijaga. Hingga tahun 2007, Indonesia masih belum memiliki Cyberlaw, padahal draft akademis RUU Cyberlaw sudah dibahas sejak tahun 2000 oleh Ditjen Postel dan Deperindag. UU yang masih ada kaitannya dengan teknologi informasi dan telekomunikasi adalah UU Telekomunikasi tahun 1999.Internet juga disalahkan oleh sebagian orang karena dianggap menjadi sebab kematian. Brandon Vedas meninggal dunia akibat pemakaian narkotik yang melampaui batas dengan semangat dari teman-teman chatting IRCnya. Shawn Woolley bunuh diri karena ketagihan dengan permainan online, Everquest. Brandes ditikam bunuh, dan dimakan oleh Armin Meiwes setelah menjawab iklan dalam Internet.
Akses Internet
Negara dengan akses Internet yang terbaik termasuk Korea Selatan (50% daripada penduduknya mempunyai akses jalurlebar - Broadband), dan Swedia. Terdapat dua bentuk akses Internet yang umum, yaitu dial-up, dan jalurlebar. Di Indonesia, seperti negara berkembang dimana akses Internet dan penetrasi PC sudah cukup tinggi dengan didukungnya Internet murah dan netbook murah, hanya saja di Indonesia operator kurang adil dalam menentukan harga dan bahkan ada salah satu operator yang sengaja membuat "jebakan" agar pengguna Internet tersebut membayar lebih mahal. Lainnya sekitar 42% dari akses Internet melalui fasilitas Public Internet Access seperti warnet , cybercafe, hotspot dll. Tempat umum lainnya yang sering dipakai untuk akses Internet adalah di kampus dan di kantor.Disamping menggunakan PC (Personal Computer), kita juga dapat mengakses Internet melalui Handphone (HP) menggunakan fasilitas yang disebut GPRS (General Packet Radio Service). GPRS merupakan salah satu standar komunikasi wireless (nirkabel) yang memiliki kecepatan koneksi 115 kbps dan mendukung aplikasi yang lebih luas (grafis dan multimedia). Teknologi GPRS dapat diakses yang mendukung fasilitas tersebut. Pengaturan GPRS pada ponsel tergantung dari operator yang digunakan. Biaya akses Internet dihitung melalui besarnya kapasitas (per-kilobyte) yang diunduh.
Penggunaan Internet di tempat umum
Internet juga semakin banyak digunakan di tempat umum. Beberapa tempat umum yang menyediakan layanan Internet termasuk perpustakaan, dan Internet cafe/warnet (juga disebut Cyber Cafe). Terdapat juga tempat awam yang menyediakan pusat akses Internet, seperti Internet Kiosk, Public access Terminal, dan Telepon web.Terdapat juga toko-toko yang menyediakan akses wi-fi, seperti Wifi-cafe. Pengguna hanya perlu membawa laptop (notebook), atau PDA, yang mempunyai kemampuan wifi untuk mendapatkan akses Internet.
Information Technology
Riset Kontroversial : Apakah Internet Membuatmu Bodoh?
2012-03-26 00:29:14
Pada
tahun 2008, Nicholas Carr mempublikasikan opininya tentang internet
yang memicu perdebatan sengit para ilmuwan. Dalam majalah Atlantic, ia
menyatakan bahwa situs pencari terpopuler di dunia, Google, membuat
generasi ini menjadi lebih bodoh.
Menurut
Nicholas, kebiasaan mengklik setiap link dan melompat-lompat dalam
“lubang kelinci” informasi online dapat menurunkan kecerdasan kita.
Betapa tidak?. Manusia modern lebih senang berselancar di dunia maya
mencari pengetahuan instan dari pada menenggelamkan diri dalam buku-buku
bermutu ketika melakukan riset. Nicholas memang memiliki pendapatnya
sendiri, tetapi ia juga tidak berani mengatakan internet akan membuat
seseorang menjadi bodoh.
Bukan
hanya riset Nicholas yang menyedot perhatian kaum intelektual, tetapi
sebuah lembaga penelitian dari Elon University juga menyerukan isu
kontroversial ini dalam studi mereka yang diberi nama Pew Internet
Project. Para ilmuwan dalam proyek ini telah mensurvei 317 ahli
telekomunikasi untuk membantu menentukan skornya. Menjawab pertanyaan
“Apakah google membuat orang-orang bodoh?”, mayoritas peserta sebesar
81% membantahnya.
Janna
Anderson dari Elon University berkata,”Tak dapat kita pungkiri bahwa
internet menyediakan banyak informasi lebih cepat, dengan format yang
lebih bervariasi dan ditujukan pada lebih banyak orang. Alat komunikasi
ini kelihatannya dapat meningkatkan kecerdasan para pengguna yang
berselancar di dalamnya”
Menurut
Anderson, dengan internet, kita dapat membagikan kecerdasan kolektif
kepada publik. Memodifikasi semua tingkat arsitektur dan aplikasi yang
kita gunakan secara online memang selalu menghasilkan teknologi baru
yang tak ada habisnya. Semuanya selalu bertambah baik dan sempurna.
Pendapat
tersebut kedengarannya benar. Bagi para teknokrat yang berurusan
langsung dengan teknologi online, internet memang sangat bermanfaat.
Akan tetapi, bagaimana dengan pengguna harian, orang-orang awam yang
menghabiskan waktu mereka untuk memperbaharui status facebook dan
menonton video youtube dari pada menggali manfaat edukasi dari internet?
Metode Belajar Kelas Online
Salah
satu contohnya yaitu belajar jarak jauh secara online. Penelitian
terbaru menunjukkan perbandingan antara para siswa yang belajar mata
kuliah mikro ekonomi di dalam kelas dan yang belajar lewat website.
Hasilnya, bagi para siswi, kedua metode ini sama baiknya, sementara bagi
para siswa yang bermasalah dengan studi mereka kebanyakan kesulitan
dengan intruksi online yang ada.
“Kami
menemukan perbedaan yang sangat jelas antara sistem belajar online
dengan sistem belajar kelas yang konvensional”, ujar David Figlio dari
Northwestern University.
Pada
saat yang bersamaan, Figlio tak bermaksud menjadikan penelitiannya
tentang internet sebagai alasan untuk melawan sistem pendidikan online.
Ia hanya ingin menegaskan bahwa kursus online jangan dijadikan
satu-satunya sarana belajar.
“Saya
benar-benar mempercayai bahwa internet dapat bermanfaat bagi pendidikan
dan saya telah menyaksikan beberapa kelas berbasis internet, saya pikir
itu fenomenal”, ujar Figlio,” Studi saya menunjukkan bahwa ketika pihak
kampus menerapkan metode pelajaran kelas yang konvensional pada
internet, akibatnya tidak baik”
Dengan
jalan demikian, internet tidaklah berbeda dari pada instruksi
tradisonal dan sarana belajar seperti buku-buku. Para pengguna dari
berbagai latar belakanglah yang akan menggunakan informasi, menggali dan
menyimpannya dengan cara yang berbeda.
Mungkin
kemudian, pertanyaannya bukanlah apakah internet memuat anda bertambah
pintar atau bodoh, tetapi apakah internet telah mengubah konsep kita
mengenai kecerdasan terutama bagi generasi muda yang dibesarkan dengan
website.
“Saya
pikir kita benar-benar berada dalam titik pembahasan yang menarik,
dalam aspek sosial dan pendidikan terutama, dimana banyak yang
menyetujui bahwa definisi pintar itu lebih dari sekedar hasil tes IQ
atau nilai-nilai ujian mata kuliah tertentu”, ujar Christine Greenhow
dari University of Maryland yang menspesialisasikan dirinya dalam
penelitian pengaruh internet pada kebiasaan remaja.
Pada
zaman digital, kecerdasan telah berkembang pesat, lebih dari sekedar
pengetahuan yang berhasil dicapai. Internet terbukti telah mengaktifkan
kecerdasan kolektif. Sama seperti orang-orang dapat dengan bebas membeli
buku fiksi dari pada buku teks klasik di toko buku, mereka dapat
mengkonsumsi infotainment dari pada menganalisa berita online.
Namun,
sebelum data empiris diperoleh untuk memetakan bagaimana internet
membentuk kita, beberapa celah masih terlihat dalam perdebatan yang
dibangun oleh Nicholas Spurr.
“Entah
pola belajar dan metode mengolah informasi seorang anak berubah kearah
yang lebih baik atau lebih buruk, saya pikir keduannya tetap berpengaruh
pada masyarakat luas”, ujar Greenhow .
Penelitian
ini perlu menjadi perhatian utama dari para pendidik, mengingat
generasi muda zaman sekarang sudah tidak dapat dilepaskan dari internet.
Nicholas Carr hanya ingin memberikan alarm, jangan sampai teknologi
yang begitu bermanfaat ini justru mendatangkan kemunduran bagi anak-anak
kita.
http://news.discovery.com/tech/does-the-internet-make-you-smart-or-dumb.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar