Anda pernah ketemu orang perfeksionis? Atau jangan2 Anda termasuk golongan orang perfeksionis? Hehehe…
Orang perfeksionis memandang segala sesuatu harus full jadi gak bisa ada sedikit kekurangan, kejelekan atau kesalahan. Repotnya kadang orang perfeksionis melihat orang lain dari sisi negative *karena gak sesuai dengan keinginannya*. Padahal gak semua yang ada dipikiran orang perfeksionis juga terpikirkan oleh orang lain. Tidak jarang orang perfeksionis menuntut orang lain jadi lebih baik tanpa sadar dirinya juga harus memperbaiki diri.
Orang perfeksionis cenderung egois, semua hal harus sesuai keinginan atau imajinasinya tanpa mau ngerti kondisi orang lain. Serta sering menuntut orang lain untuk mengikuti apa yang diinginkan. Terlalu detail bahkan hal2 kecil pun bisa jadi hal besar bagi orang perfeksionis sehingga sulit toleransi ke orang lain. Kesan yang paling menonjol dari orang perfeksionis adalah “semau gue”.
Tapi sisi positif dari orang perfeksionis adalah lebih teliti dalam melakukan sesuatu, malah sangat berhati2 bekerja *sampe kadang2 gak ada yang dilakukan karena terlalu banyak hal yang dipertimbangkan*. Orang perfeksionis takut akan kegagalan, sehingga total dalam bekerja *blm tentu utk hal lainnya* selain itu orang perfeksionis kreatif dan berpikir taktis.
Sebenarnya orang perfeksionis itu sadar gak sih bahwa di dunia ini gak ada yang sempurna?!? Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, bisa saja hasil yang terjadi gak sepenuhnya sesuai target. Belajarlah untuk bersyukur.
Bagaimana menurut Anda cara menghadapi orang prefeksionis???
Mengapa Perfeksionis.
Perfeksionis adalah sikap atau kebiasaan seseorang dalam melakukan aktifitas ataupun pekerjaan yang selalu ingin mendapatkan hasil yang sempurna.
Seorang perfeksionis cenderung memiliki perhatian yang berlebih terhadap detil pekerjaan dan memiliki dorongan yang kuat untuk mengulanginya akibat tidak puas terhadap hasil dari pekerjaan mereka sendiri.
Tidak usah heran jika kebanyakan perfeksionis menjadi pribadi yang gampang panik atau cemas, mudah lelah, obsesif kompulsif, menderita gangguan makan, fobia sosial, gila kerja, merugikan diri sendiri, depresi klinis, stres kronis serta beresiko terkena serangan jantung.
Disisi lain, perfeksionis dimata para koleganya dinilai sebagai pribadi yang berwawasan sempit, keras kepala, tidak suka dikritik dan suka menunda pekerjaan, karena mereka memang kesulitan untuk menepatinya.
Sikap tersebut dapat disebabkan oleh pola asuh yang keliru seperti trauma dihukum orang tua ataupun guru karena melakukan kesalahan, sehingga timbul pemahaman yang keliru, dimana hasil dipersepsikan sebagai cara agar mereka dapat diterima orang lain atau paling tidak dirinya.
Mereka juga ingin memastikan bahwa dengan terus menerus waspada dan berusaha sangat keras, akan membuat mereka terbebas dari resiko dimarahi atasan, di PHK, jatuh miskin ataupun menderita.
Seorang perfeksionis tidak dapat mentolerir kesalahan sekecil apapun karena bagi mereka, kesalahan bukanlah sekedar alat untuk melakukan perbaikan ke depan, melainkan sebagai cacat atau aib yang tidak dapat dimaafkan.
Hampir dipastikan sehebat apapun prestasi mereka dimata orang lain, mereka merasa tidak bahagia.
Sisi buruk sifat perfecsionis
Kanada, Orang yang memiliki sifat perfeksionis selalu ingin tampil terbaik dan sempurna. Hal ini memang sangat berguna dalam beberapa bidang kehidupan, tapi terkadang juga dapat berdampak buruk terutama bagi kesehatan.
Perfeksionis akan sangat membantu ketika seseorang mengikuti aturan yang ketat untuk pengobatan penyakit kronis seperti diabetes tipe-2 (diabetes karena gaya hidup).
Namun, perfeksionis dapat berarti menambahkan tekanan mental saat orang tersebut berbuat kesalahan dan tak mau meminta bantuan orang lain karena takut dianggap tidak mampu berbuat sempurna.
Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian perfeksionisme berkaitan dengan kesehatan fisik yang buruk dan peningkatan risiko kematian. Peneliti baru saja mengamati sifat kompleks ini dan hubungannya dengan kesehatan.
"Perfeksionisme adalah kebaikan yang harus dipuji. Tapi di luar batas tertentu, itu menjadi bumerang dan penghalang," ujar Prem Fry, profesor psikologi di Trinity Western University di Kanada, seperti dilansir dari Livescience, Senin (12/7/2010).
Perfeksionisme cenderung memiliki dua komponen, yaitu sisi positif, seperti menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri. Serta sisi negatif yang melibatkan lebih banyak faktor merusak, seperti memiliki keraguan dan keprihatinan atas kesalahan dan merasa tekanan dari orang lain untuk menjadi sempurna.
Dibandingkan dengan dampak kesehatan mental, penelitian pada kondisi fisik memang relatif sedikit. Tapi beberapa penelitian menemukan bahwa perfeksionisme dikaitkan dengan berbagai penyakit, seperti migrain, nyeri kronis dan asma.
Fry dan rekannya baru-baru ini juga melihat hubungan antara perfeksionisme dan risiko kematian. Studi ini diikuti 450 orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih selama 6,5 tahun. Partisipan menyelesaikan kuesioner awal untuk menilai tingkat perfeksionisme dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Studi tersebut menemukan bahwa orang yang memiliki tingkat perfeksionis yang tinggi, 51 persen mengalami peningkatan risiko kematian dibanding yang lainnya.
Menurut Fry, hal ini berkaitan dengan tingginya tingkat stres dan kecemasan, yang dihubungkan dengan sifat perfeksionis.
Selain itu, orang perfeksionis juga mengalami penurunan kesehatan akibat menjauhkan diri dari pertolongan orang lain, karena takut dianggap tidak mampu bertindak 'perfect'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar