Salah satu kisah hidup Bung Hatta yang
bekerja tanpa pamrih bagi negeri adalah kisah sepatu Bally. Pada tahun
1950-an, Bally adalah merek sepatu bermutu tinggi yang berharga mahal.
Bung Hatta, ketika masih menjabat sebagai wakil presiden, berniat
membelinya. Beliau kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat
alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu
idaman tersebut. Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi
karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu
kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta
pertolongan. Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta
tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.
Yang sangat mengharukan dari cerita ini,
guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih
tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta.
Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah
bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan
meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung
Hatta.
Namun, di sinilah letak kenegarawan dan
abdi negara seorang Bung Hatta. Dalam keadaan hidup sederhana, Bung
Hatta tidak pernah mengeluh kepada masyarakat bahwa beliau hidup
miskin, gajinya kecil, gajinya tidak naik-naik. Sama sekali tidak
pernah. Dia tidak berpidato meminta belas kasihan untuk menaikan
popularitasnya. Dia tidak pernah menggunakan titelnya sebagai
Proklamator agar ia mendapat penghasilan yang tinggi. Bung Hatta tidak
pernah mengatakan bahwa “Seharusnya gaji seorang proklamator sekaligus
presiden harus tertinggi”. Tidak pernah. Ia tidak mau meminta sesuatu
untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan
sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang
lain daripada kepentingannya sendiri.
Bung Hatta meninggalkan teladan besar,
yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta
hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau
belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung
pada orang lain. Dan yang pasti, beliau tidak curhat agar dirinya
dikasihin sehingga popularitasnya naik. Bung Hatta merupakan sosok tokoh
bangsa yang telah memadukan antara kata dan perbuatannya. Bukan hanya
sebatas slogan “satu kata, satu perbuatan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar